Skip to content

Penataran Kode Etik dan Kaidah Tata Laku Profesi Arsitek (PKE) : Menjaga Etika, Menjaga Martabat Profesi

Surabaya, 15 Februari 2025 — Di tengah semakin kompleksnya tantangan dunia arsitektur, Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Provinsi Jawa Timur menggelar Penataran Kode Etik dan Kaidah Tata Laku Profesi Arsitek (PKE). Acara yang berlangsung di The Southern Hotel Surabaya ini menjadi salah satu tahapan penting bagi para calon arsitek untuk mendapatkan pemahaman mengenai kode etik sebelum terjun di tengah masyarakat.

Dengan menghadirkan Ketua IAI Jatim, Ar. Fafan Tri Afandy, IAI, dan Wakil Ketua IAI Jatim, Ar. Sahirwan, IAI, AA, selaku penatar; penataran ini diikuti oleh 60 peserta dari berbagai daerah di Jawa Timur, bahkan ada yang datang dari luar provinsi seperti Bali. Tampak hadir sebagai peserta penataran antara lain Sekretaris Lembaga Akademi TNI Angkatan Laut (Seklem AAL), Laksma TNI Ir. Weningingtyas Alindri, M.A.P, salah satu anggota IAI Jatim yang berkarir di militer. Hadir pula beberapa dosen dari Departemen Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Departemen Arsitektur  Universitas Brawijaya dan Progam Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Jember. Peserta dari luar Jatim yang hadir antara lain Ni N Trisniawati, seorang anggota IAI bali yang selama ini berkecimpung di industri hospitaliti yang juga pemilik jaringan hotel Komaneka Resorts.

Menjaga Standar Profesi

Profesi arsitek bukan sekadar merancang bangunan. Lebih dari itu, seorang arsitek memiliki tanggung jawab moral dan profesional yang besar. Kompetensi seorang arsitek tidak hanya diukur dari kemampuannya dalam menggambar atau mendesain, tetapi juga dari kedalaman pemahamannya terhadap kode etik dan aturan main dalam praktik profesional.

“Seorang arsitek harus memahami bahwa profesinya memiliki aturan dan batasan yang telah diatur. Oleh karena itu, kita tidak boleh bekerja semaunya sendiri. Ada tanggung jawab besar yang kita emban, baik terhadap klien, rekan sejawat, pemangku kebijakan, maupun masyarakat luas,” tegas Ar. Guntaryono, IAI, selaku Kordinator Bidang III IAI Jatim yang menaungi urusan keprofesian, sertifikasi dan lisensi.

Dalam acara ini, peserta mendapatkan pemahaman menyeluruh mengenai kode etik profesi yang bertujuan untuk menjaga standar dan martabat arsitek di Indonesia. Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah bagaimana arsitek harus bersikap terhadap rekan sejawat. Fafan menegaskan bahwa seorang arsitek tidak dibenarkan berusaha mengambil alih proyek yang sedang atau telah ditangani oleh arsitek lain tanpa melalui komunikasi dan prosedur yang etis. “Jika seorang klien meminta kita untuk melanjutkan proyek yang sebelumnya telah dikerjakan oleh arsitek lain, maka kita harus menghubungi arsitek terdahulu dan memberitahukan bahwa klien meminta kita untuk meneruskan proyek tersebut,” ujar Fafan.

Etika dalam praktik arsitektur tidak selalu mudah diterapkan di lapangan. Para pemateri membagikan pengalaman mereka menghadapi berbagai dilema etika selama berkarier. Salah satu tantangan yang kerap muncul adalah bagaimana menyikapi perubahan zaman yang membawa tantangan baru, terutama dalam dunia konstruksi yang terus berkembang.

Permasalahan etika sering kali bersumber dari tekanan eksternal, baik dari klien, mitra kerja, maupun dinamika bisnis konstruksi yang kompetitif. Oleh karena itu, penting bagi seorang arsitek untuk memiliki integritas yang kuat dan memahami kaidah tata laku profesi.

Pelantikan Anggota Baru dan Pembacaan Ikrar

Sebagai puncak acara, penataran ini ditutup dengan prosesi pelantikan anggota baru IAI Jatim. Momen ini menjadi simbol komitmen para calon arsitek untuk mengemban profesinya dengan penuh tanggung jawab dan kehormatan. Para anggota baru juga membacakan ikrar anggota Ikatan Arsitek Indonesia, menegaskan kesediaan mereka untuk menjunjung tinggi kode etik dan kaidah profesi yang berlaku dan menjaga martabat organisasi IAI.

Dalam dunia yang semakin kompetitif, etika bukan sekadar aturan tertulis, melainkan prinsip yang harus dijunjung tinggi agar profesi arsitek dapat berlangsung dengan sehat dan memberi manfaat bagi lingkungan. Dengan adanya kegiatan seperti PKE ini, diharapkan para arsitek di Indonesia semakin sadar akan pentingnya etika dalam praktik profesional mereka. Sebab, menjaga etika berarti menjaga martabat profesi.